Jumat, 11 Mei 2012

Etika Lingkungan Hidup


BAB II
ETIKA LINGKUNGAN HIDUP

A. Pengertian dan Definisi Etika Lingkungan
Etika (Bertens, 1993) berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik dengan kata moral yang berasal dari kata latin mos, yang dalam bentuk jamaknya mores yang juga berarti adat atau cara hidup. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
Keraf (2005) memberikan suatu pengertian tentang etika lingkungan hidup adalah berbagai prinsip moral lingkungan.Etika lingkungan hidup dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup. Termasuk juga apa yang harus diputuskan manusia dalam membuat pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampak pada lingkungan hidup. Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan.
Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan mahkluk lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya berbagai kebijakan yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsungterhadap alam. Untuk menuju kepada etika lingkungan  hidup tersebut, diperlukan pemahaman tentang perubahan paradigma terhadap lingkungan hidup itu sendiri.

B. Paradigma Lingkungan Hidup
Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para ahli pada kurun waktu tertentu, yang diakui kebenarannya, dan didukung oleh sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan kehidupan. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia, filsafat dan ilmu juga berkembang semakin kritis dalam melihat dan mengkaji hubungan manusia dengan alam.
Bersamaan dengan itu, ada perubahan dalam melihat hubungan manusia dengan alam. Perubahan hubungan manusia dengan alam tersebut mulai dari antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.
Antroposentrisme merupakan suatu etika yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Di dalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting diantara mahkluk hidup lainnya. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, alampun dilihat hanya sebagai obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dna kepentingan manusia. Murdy dalam keraf (2005) ingin menyatakan bahwa yang menjadi masalah bukanlah kecenderungan antroposentris pada diri manusia yang memperalat alam semesta untuk kepentingannya. Tetapi masalah dan sumber malapetaka krisis lingkungan hidup adalah tujuan-tujuan tidak pantas dan berlebihan yang dikejar oleh manusia di luar batas toleransi ekosistem itu sendiri. Dengan demikian, krisis lingkungan hidup bukan disebabkan oleh pendekatan antroposentris semata, tetapi melainkan oleh pendekatan antroposentrisme yang berlebihan.
Biosentrisme, merupakan suatu paradigma yang memandang bahwa setiap kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Konsekuensinya, alam semesta adalah sebuah komunitas moral, setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun bukan manusia atau mahkluk lain, sama-sama mempunyai nilai moral. Seluruh kehidupan di alam semesta sesungguhnya membentuk sebuah komunitas moral. Oleh karena itu, kehidupan mahkluk hidup apa pun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung dan rugi bagi kepentingan manusia.
Ekoseentrisme, merupakan suatu paradigma  justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Secara ekologis, mahkluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada mahkluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

C. Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam. Serta secara lebih luas, dapat dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan.
Keraf (2005: 143-159) memberikan minimal ada sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup yaitu :
  • sikap hormat terhadap alam atau respect for nature
Manusia hendaknya memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh isinya.
  • tangung jawab atau moral responsibility for nature
Prinsip tanggung jawab bersama ini setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi, seakan merupakan milik pribadinya.
  • Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity
Solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro alam, pro lingkungan atau tidak setuju setiap tindakan yang merusak alam.
  • Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature
Prinsip kasih sayang dan kepedulian artinya tanpa mengharapkan untuk balasan. Serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam.
  • prinsip tidak merugikan atau no harm
Tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia.
  • Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material.
  • Prinsip keadilan
Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positip pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.
  • Prinsip demokrasi
Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hahikat alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Keanekaragaman dan pluralitas adalah hakikat alam, hakikat kehidupan  artinya, setiap kecenderungan reduksionistis dan anti keanekaragaman serta antipluralitas bertentangan dengan alam dan anti kehidupan. Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, pluralitas.
  • prinsip integritas moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik.
Prinsip etika lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi filter atau pedoman untuk berperilaku arif bagi setiap orang dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup sebagai bentuk mewujudkan pembangunan disegala bidang.

D. Perilaku Manusia terhadap Lingkungan Hidup
Sniker (1938) merumuskan perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme termasuk manusia, dan kemudian akan merespon. Maka teori Sniker terkenal dengan teori ”S-O-R”.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu pertama perilaku tertutup, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Kedua perilaku terbuka, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).
Manusia dianjurkan untuk dapat berperilaku menjadi ilmuwan yang amaliah melalui amal yang ilmiah menjaga, melestarikan dan melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan berkelanjutan.
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah, air,udara) dan biologis (tumbuhan – hewan), lingkungan buatan (sarana prasarana), dan lingkungan manusia (hubungan sesama manusia). Bentuk perilaku terhadap lingkungan hidup juga mencakup ketiga macam lingkungan hidup tersebut.
Dalam rangka usaha manusia untuk menjaga lingkungan hidup, telah banyak bermunculan perilaku nyata yang berupa gerakan-gerakan. Berbagai gerakan dapat bersifat individu, berkelompok, swasta maupun pemerintah. Pada era 1970-an muncul bebrapa lembaga yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan hidup, antara lain adalah LP3ES, Bina desa, Yayasan Lembaga Konsumen, Himpunan untuk Kelestarian Alam Indonesia, Yayasan Pendidikan Kelestarian Alam, Yayasan Indonesia Hijau, Ikatan arsitek Landssekap Indonesia, Media Mutiara, Mapala, Perhimpunan Burung Indonesia, WALHI, PSL, SKEPHI, KRAPP. Pada lewel pemerintah yang dimulai dari presiden, menteri, Bapedal, Bapedalda, Kantor lingkungan Hidup, dsb.

2 komentar:

  1. ka , di dalam etika lingkungan hidup kan terdapat reduksionistis . apa sih yang di maksud reduksionistis tersebut ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. manusia sebagai subjek dan iptek sebagai obyek degg.. itu setahuku hhe.. pelajaran apa sii?

      Hapus